Home » » Cerpen - Lima Keburukan Si Buruk

Cerpen - Lima Keburukan Si Buruk


Lima Keburukan Si  Buruk - Gelar Si Buruk hanya diberikan kepada satu orang dalam satu tahun ajaran. Kita semua tahu pemberian gelar  yang jelek itu perbuatan sangat tercela, tetapi itu sudah membudaya dan menjadi tradisi, bahkan sebelum kami masuk ke sekolah ini.

Tapi toh, guru – guru tidak ada yang protes. Mungkin karena tidak tahu, atau mungkin tidak mau disibukkan oleh hal – hal yang remeh. Ironisnya, sekolah kami adalah sekolah islami. Sekolah yang ilmunya berimbang dengan akhlak. Tetapi, tak begitu kenyataannya ……

Sebagian murid setuju – setuju saja pada pemberian gelar itu, dengan alasan gelar yang jelek itu bisa digunakan sebagai motifasi, agar orang yang diberi gelar menjadi lebih baik. Tetapi sebagian murid lagi tetap menganggap hal itu adalah perbuatan yang tercela. Di dalam tahun ajaran ini, anak Kepala Sekolah bersekolah di sekolah bernuansa islam ini. Dan di tahun ini, dengan seenaknya saja dia memberikan gelar ‘Si Buruk’. Ia menunjuk satu orang diantara seribu murid lainnya. Semua orang sudah mengenal murid yang ditunjuk anak Kepala Sekolah  itu. Ia adalah penerima gelar “Si Buruk” tahun lalu. Hal ini adalah sejarah di sekolah ini, karena ada satu orang yang mendapatkan gelar ‘Si Buruk’ dalam dua tahun ajaran. Apakah ia benar – benar buruk ?

Keburukan pertama untuknya mungkin karena orang tuanya salah member nama. Namanya adalah Uglyananta. Empat huruf pertama “Ugly” dalam bahasa Indonesia berarti “Jelek”. Meskipun itu bukan alasan yang tepat untuk memberi gelar si buruk  kepadanya., tetapi banyak yang mempermasalahkannya. Pagi ini, ibu Nurbaini yang mengajarkan mata pelajaran Akhlaqul Kharimah mengabsen muridnya di kelas 8A.
“Tiara Khairiyyah?”
“hadir, Bu….”
“Uglyananta?”

Sebagian orang berbisik – bisik tentang namanya, bahkan ada yang mengejek. Si buruk langsung berdiri dan pergi ke tempat anak yang mengejek paling keras. “Ada masalah dengan nama gue, heh?” Ia melotot menatap anak itu. Anak itu terkejut dan spontan menjawab “Kamu kenapa, sih?”

“Lu ngejek nama gue, kan?”
“Nanta duduk!” perintah Bu Nurbaini.
“Asal lu tau, Ugly itu singkatan dari nama orang tua gue, Sugriman dan Lyla! Jadi, lu gak berhak untuk ngejek!” Jelas Nanta yang tidak bisa menghilangkan nada marah di setiap kalimatnya.

Perkataan itu di potong oleh Bu Nurbaini, “Kalian ini kenapa? Nanta! Kembali ke tempat duduk kamu!” Nanta kembali ke tempat duduknya. “Apa kalian sadar? Di kelas ini, ibu mengajar Akhlaqul Kharimah. Dan yang kalian lakukan tadi, bertengkar, merupakan akhlak yang sangat tercela!”
Nanta menunduk. “Maaf Bu….,” bisiknya nyaris tidak terdengar.

“Jadi ini hasilnya? Ini hasilnya yang ibu peroleh setelah mengajar kalian tentang akhlak terpuji?” Ibu Nurbaini menghela nafas dan menatap kosong, “Ternyata semua sia – sia….” Semua murid di kelas mendesah dan ada beberapa yang menatap Nanta seolah menyalahkan. Nanta hanya diam dan tidak menggubris tatapan orang padanya. Mengapa harus ia yang disalahkan? Kenapa orang – orang mengejek yang sepertinya dianggap benar? 

“Jangan ulangi lagi ya Nanta?” Kata Bu Nurbaini sambil tersenyum.
Apa? Guru pun ikut menyalahkannya? Nanta menghela nafas. “Baik, Bu…..,” jawabnya terpaksa.
Keburukan kedua, kata orang – orang, karena wajahnya. Ini adalah alasan yang paling tidak pantas untuk memberikan gelar itu padanya. Memang sih kulitnya agak gelap, tetapi tidak terlalu.

Wajahnya tidak jelek, tapi lebih tepatnya: menakutkan. Matanya besar, nyaris seperti melotot setiap saat. Banyak jerawat di mukanya, dan ada bekas luka jahitan di pipinya.

Sewaktu jam istirahat ia berlari hendak ke WC. Tapi, tepat di pintu WC, anak Kepala Sekolah  berteriak, “Ada setan!”
Nanta hanya terdiam dan melongo. Semua penghuni WC berhamburan keluar.
“Awas! Awas! Ada setan!”
“Hey, ini gue, Nanta. Bukan setan!”  teriakannya sama keras dengan teriakan anak Kepala Sekolah.
“Oh…., kamu ternyata….”

Nanta hampir tidak percaya, apakah sejelek itu wajahnya, sampai ia dibilang setan?
Lagian, apakah tidak cukup bagi anak Kepala Sekolah ini memberinya gelar ‘Si Buruk’? Haruskah ia diberi gelar kedua, yaitu ‘Si Setan’?

Nanta meringis, ia baru sadar kepalanya sakit karena bertabrakan dengan anak Kepala Sekolah tadi. Akhirnya, ia melupakan niatnya ke WC dan bergegas ke UKS. 

Di UKS ada seorang PMR (Palang Merah Remaja) yang bertugas, Stella.
“Nanta, ada apa?” tanya Stella, teman sekelas yang paling baik dan bersikap biasa kepadanya. “Kepala gue sakit….” rintihnya. Stella mengambil obat dan menyuruh nanta berbaring. “Kepala kamu kenapa sampai bengkak kek gini?”

“Tadi gue nabrak anak Kepsek, trus kepala gue kena deh, eh… dia malah bilangin gue setan!”
Stella tertawa kecil. “Lu setuju ya, kalau muka gue mirip setan?” Stella menggeleng, “Kamu manis kok, kalau kamu sering tersenyum sama orang disekitarmu…. “ Nanta tertegun. Ia lupa soal tersenyum selama ini. Ia bahkan tak ingat umur berapa ia terakhir tersenyum. tiba – tiba rasa sakit di kepalanya hilang. “Gue udah baikan nih, Stell,” Kata Nanta sambil bangkit dari tidur. sebelum meninggalkan UKS, Nanta tersenyum kepada Stella.

***
Nyontek, hmmm …. itulah keburukan yang ketiga. ya ….. walaupun sebenarnya banyak murid dan bukan Nanta saja yang menyontek dalam ujian. Tetapi Nanta berbeda, menyontek itu seperti kegemarannya. Mudah saja baginya untuk mendapatkan jawaban dari murid lain, baik dengan cara paksaan atau ancaman.
“Janji ya, lu harus ngasih jawaban ke gue!” bentaknya pada Nia.
“Y.. ya..”
“Ingat! Kalau jawabannya A, lu kedipin mata. Kalau jawabannya B lu pegang idung, kalau C pegang kening, terus, kalau D pegang jilbab!” Jelas Nanta. “Oke…” Lirih Nia.
“Hmm…, kalau entar soalnya essei, lu kasih kertas jawabannya punya lu ke gue!”
“Tapi….N-nt…..” Nia tampak bingung.
“harus!” Nanta melotot, lalu tampak bingung.

Bel pelajaran ke-3 berbunyi, pelajaran Matematika berganti dengan pelajaran Biologi. Bu Shinta masuk dengan tentengan yang berisi lembaran soal ujian.

“Seperti janji yang telah disepakati pada pertemuan yang lalu, kita akan mengadakan ulangan harian yang ke-empat. Soal ujian kali ini terdiri dari soal pilihan ganda dan essei, harap bekerja sendiri – sendiri!” Kemudian Bu Shinta membagikan lembaran soal ujian ke setiap murid.

“Keluarkan kertas selembar dan buat jawabannya disana!” Perintah Bu Shinta. Beberapa menit kemudian kelas menjadi hening. Masing – masing murid sibuk dengan ujiannya. Sementara itu pula, Nanta mulai sibuk mengode Nia yang berjarak satu meja darinya.

Akhirnya, walaupun enggan. Nia memalingkan wajah pada Nanta. Nanta menanyakan jawaban nomor dua, Nia memegang jilbabnya, dan Nanta lalu menuliskan huruf D pada kertas jawabannya. Begitu soal – soal pilihan ganda yang lain, ia mendapatkan semua jawaban dari Nia. Ketika Nanta sibuk memikirkan cara untuk mendapatkan jawaban soal essei dari Nia, HP Bu Shinta berbunyi. 

“Wa’alaikum salam, ada apa? Oh permasala…” Bu SHinta tampak asik bercakap – cakap. Nanta memanfaatkan kesempatan ini untuk mendapatkan jawaban soal essei dari Nia.

“Sssssshhhhhh…… Nia! Cepet lempar! perintah Nanta sangat pelan. Nia seperti tak rela, tapi akhirnya ia menyalin jawaban soal essei pada kertas jelek, lalu meremes kertas itu dan melemparkannya pada Nanta.
“Nanta! Nia! Kalian pikir saya tak memperhatikan kalian?!” Suara Bu Shinta yang lantang mengagetkan semua murid di kelas.
“Nanta. kamu menyontek pada Nia?” Tanya Bu Shinta.
“Enggak!” bantah Nanta sama lantangnya dengan suara Bu Shinta, “Saya hanya….. hanya….. meminta jawaban…..,” lirih kemudian.
“Meminta jawaban heh?” ulang Bu Shinta, “Lalu, Nia, kenapa kamu mau memberikan jawaban pada Nanta?” Nia hanya terdiam. “Nanta sampaikan pada orang tuamu untuk ke sekolah besok pagi, saya ingin bertemu.”

***
Keburukan ke-empat mungkin  nyata bagi siapa saja, bahkan juga bagi guru -  guru. sifat Nanta sangat buruk dan meresahkan orang – orang disekitarnya. Mulai dari cara bicaranya yang tidak sopan, suka berbohong, jorok dan sebagainya. Karena sifatnya yang jelek itu, ia dijauhi semua orang, kecuali Stella. Ya….., walaupun Stella tak begitu dekat dengannya, tetapi Stella tak menjaga jarak darinya. Bu Nurbaini sering mengulang – ngulang tentang akhlak terpuji kepadanya, tetapi tidak pernah digubris.
“Nanta, untuk melalukan akhlak terpuji itu tak susah, loh…. bahkan kamu bisa melakukannya dimana saja….”
“Ibu, kenapa sih, suka ikut campur? Lagian, ntar kalau saya yang banyak dosa kan saya yang masuk neraka, bukan Ibu!” Nanta sengaja memotong nasehat Bu Nurbaini.
“Jaga cara bicara kamu, Nak….”
“Hhhhh……,” Nanta berlalu pergi.

Ia juga tak pernah taat pada peraturan dan sering tidak membuat tugas yang diberikan guru kepadanya. Dengan kalimat lain, tak ada yang bisa diharapkan darinya. Selain itu, joroknya berlebihan. Bajunya kelipat – lipat, tidak pernah disetrika. Lokernya juga pernuh oleh bulletin atau artikel sekolah bulan – bulan sebelumnya. Ia bahkan pernah pergi ke sekolah pada jam wajib tanpa jilbab. Rambutnya yang seperti ijuk sebahu, digerainya. Waktu itu, semua guru melotot padanya. Ketika guru bertanya, ia hanya menjawab bahwa seluruh jilbabnya dicuci. Masuk akalkah????

Nanta senang membuat onar dimana – mana. Bahkan, dengan anak laki – laki sekalipun. Ia pernah tertangkap polisi karena ikut tawuran. Untung saja itu ia tidak di keluarkan dari sekolah dengan alasan dia hanya ikut – ikutan. Semua itu tak membuatnya jera.

“Kita tak boleh lagi memberikan Nanta hukuman atau tindakan keras, ia tak akan jera., ia sudah kebal dengan hal semacam itu. Saya rasa, yang ia butuhkan adalah kasih sayang.”
Nanta tak sengaja mendengarkan percakapan itu ketika ia melewati ruang guru. Lalu ia mengintip lewat jendela. Yang berkata seperti itu adalah Bu Nurbaini. Tetapi guru – guru lain tak ada yang memberi tanggapan pada perkataan Bu Nurbaini.

“Ia saja tak sayang pada lingkungannya, bahkan pada dirinya sendiri! Bagaimana kita akan memberikan kasih sayang kepadanya?” Akhirnya guru yang paling dekat dengan Bu Nurbaini berkata. Bu Nurbaini menghela nafas. Sepertinya usahanya sia – sia. Nanta merasa bersalah. Sebegitu besarkah kasih sayang Bu Nurbaini kepadanya? Ia bertekad mengubah semua sikap buruknya. Tapi harus mulai dari mana? Ia mengingat – ngingat Akhlaqul Karimah yang diajarkan Bu Nurbaini di kelas.

“Nanta!” Stella memanggil dari belakang. Ia berbalik.
“Kenapa lu? uhm…. maksudku….., ada apa?” Nanta berusaha sopan. Stella tersenyum, “Makan di kantin, yuk!” Nanta mengangguk, kemudian ia teringat pada PR. Ia sama sekali tak mengerjakan. Lalu ia merasakan  rasa bersalah dan penyesalannya terhadap Bu Nurbaini.

***
Keburukan kelima adalah bagian paling buruk dari segala – galanya. Uglyananta adalah aku! Dan dari semua yang aku ceritakan, membuat aku merasa pantas menjadi ‘Si Buruk’.  Tetapi aku merasa menyesal dan putus asa. Tak ada hal yang bisa diharapkan dalam diriku. Hanya ada penyesalan dan penyesalan yang terus berputar di benakku. Kamu tahu, susah untuk mengubah semua yang telah terjadi. Aku bersiap untuk pulang sekolah, dan kumasukkan semua bukuku ke dalam tas.

“Stell, aku pulang dulu, ya….” Stella mengangguk.
Aku berjalan menelusuri trotoar. Rumahku kira – kira satu setengah kilometer dari sekolah. Aku memutuskan untuk berjalan kaki sambil memikirkan semuanya. Di tepi trotoar, dekat lampu merah, aku melihat pengemis. Kurogoh sakuku dan kuserahkan semua uang yang kupunya.

“Terima kasih, Nak. Kau harus melihat lebih dalam dirimu, dan kau akan bersyukur pada Tuhan atas yang telah diberikan-Nya padamu.”

Aku tertegun. Apa maksud semua ini? Tapi tiba – tiba aku mempunyai sebuah tekad kuat, entah bagaimana….., untuk mengubah segalanya.


By : Khanza Jamalina Bodi

TAMAT
Comments
0 Comments
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...